Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI ATAMBUA
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
1/Pid.Pra/2022/PN Atb LIONCIO AMARAL alias ASIU Kepolisian Resor Malaka Minutasi
Tanggal Pendaftaran Selasa, 08 Feb. 2022
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penangkapan
Nomor Perkara 1/Pid.Pra/2022/PN Atb
Tanggal Surat Senin, 07 Feb. 2022
Nomor Surat -
Pemohon
NoNama
1LIONCIO AMARAL alias ASIU
Termohon
NoNama
1Kepolisian Resor Malaka
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan

DUDUK PERKARA

  1. Bahwa Termohon melalui para aggotanya, sekitar pukul 12.00 Wita tanggal 31 Desember 2021, mendatangani rumah Pemohon di Kotafoun, masuk ke dalam rumah, menemui Pemohon dan membawa Pemohon ke kantor Termohon tanpa memperlihatkan surat tugas maupun surat perintah apa pun kepada Pemohon dan/atau keluarga Pemohon, hanya berpesan kepada istri Pemohon akan membawa Pemohon ke kantor Termohon untuk meminta keterangan dan membawanya ke rumah lagi setelah selesai. Hingga pukul 12.00 Wita tanggal 01 Januari 2021, para anggota Termohon tidak membawa Pemohon kembali ke rumahnya di Kotafaoun, baru keluarga Pemohon tahu jika Termohon telah melakukan penangkapan terhadap Pemohon di rumahnya Pemohon pada tanggal 31 Desember 2021 pukul 12.00 Wita.
  2. Bahwa setelah penangkapan baru Pemohon dan keluarga Permohon tahu, telah ada laporan terkait dugaan tindak pidana “persetubuhan terhadap anak” dan “kekerasan dalam rumah tangga” serta “penganiayaan” pada tanggal 21 Desember 2021 yang menduga Pemohon sebagai pelakunya, sehingga penangkapan terhadap Pemohon bukan tindakan darurat misalnya tertangkap tangan yang menuntut Termohon segera bertindak pada saat dan waktu kejadian untuk melakukan penangkapan tanpa memperlihatkan surat tugas dan menyerahkan surat penangkapan, melainkan terdapat cukup waktu dan dalam keadaan normal bagi Termohon menyiapkan surat tugas dan surat penangkapan menurut perintah hukum acara.
  3. Bahwa keesokan harinya, tanggal 01 Januari 2022, pada sore hari, telah lebih dari 24 jam lamanya Pemohon menjalani masa penangkapan di kantor Termohon, baru Termohon menerbitkan surat Perintah Penangkapan Nomor: SP. Kap/ 01/ I/ 2022/ Reskrim Tanggal 01 Januari 2022 berisi perintah untuk “melakukan penangkapan terhadap Pemohon dan membawa ke Kantor Satreskrim Polres Malaka” bertepatan dengan Termohon menerbitkan Surat Perintah Penahanan Nomor: SP. Han/ 01/ I/ 2022/ Reskrim Tanggal 01 Januari 2022 dan memberikan masing-masing selembar kepada Pemohon.
  4. Bahwa tindakan Termohon menyebabkan Surat Perintah Penangkapan Nomor: SP. Kap/ 01/ I/ 2022/ Reskrim Tanggal 01 Januari 2022  dan Surat Perintah Penahanan Nomor: SP. Han/ 01/ I/ 2022/ Reskrim Tanggal 01 Januari 2022 memiliki tanggal yang sama, sehingga telah merugikan Pemohon karena masa menjalani penangkapan selama lebih dari 24 jam terhitung mulai tanggal 31 Desember 2021 sekitar pukul 12.00 Wita sampai tanggal 01 Januari 2022 pukul 12.00 Wita tidak dihitung sebagai masa penahanan Pemohon.
  5. Bahwa Surat Perintah Penahanan Nomor: SP. Han/ 01/ I/ 2022/ Reskrim Tanggal 01 Januari 2022 berlaku untuk selama 20 hari terhitung mulai tanggal 01 Januari 2022 sampai 20 Januari 2022, namun Termohon belum menyerahkan perpanjangan penahanan terhitung mulai tanggal 21 Januari sampai hari Sabtu tanggal 29 Januari 2022 bertepatan dengan Termohon memanggil istri Pemohon untuk mengambil keterangan dari istri Pemohon di kantor Termohon baru menyerahkan Surat Perpanjangan Penahanan Nomor: 02/ N. 3. 13/ Eku. 1/ 01/ 2022 dari Kepala Kejaksaan Negeri Belu Tanggal 18 Januari 2022 kepada istri Pemohon tanpa menandatangani tanda-terima atau register surat, sementara sampai dengan hari Sabtu tanggal 05 Februari 2022 ketika kami selaku Penasihat Hukum dari Pemohon menemui Pemohon di Rutan, Termohon belum menyerahkan perpanjangan penahanan kepada Pemohon, maka masa menjalani penahanan selama kurun waktu antara tanggal 21 Januari 2022 sampai sekarang atau setidaknya sampai 05 Februari 2022 atau setidak-tidaknya sampai 29 Januari 2022 adalah tidak sah.
  6. Bahwa selain penangkapan dan penahanan tidak sah, tindakan Termohon menetapkan status tersangka kepada Pemohon telah melanggar undang-undang materil tentang Penghapusan KDRT dan Perlindungan Anak.
  7. Bahwa untuk mengetahui Pelanggaran undang-undang materil, perlu Pemohon uraikan fakta tentang Korban Pelapor bukan subjek hukum dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud undang-undang tentang Penghapusan KDRT dan bukan anak sebagaimana dimaksud undang-undang tentang Perlindungan Anak yakni Korban Pelapor adalah seorang perempuan bernama Maria Mirani Tonkua, adalah ponakan kandung dari istri Pemohon, menjadi anak asuh Pemohon dan istri Pemohon sejak Pelapor masih belum masuk sekolah dasar dan sejak ibu kandungnya pergi ke Kalimantan sampai tanggal 18 November 2021 ketika Korban Pelapor sudah pergi dari rumah dan tinggal dengan Herkulana Hoar, tante Pelapor yang lain. Oleh karena itu terhitung sejak tanggal 19 November 2021 Korban Pelapor bukan lagi termasuk subjek hukum dalam lingkup rumah tangga Pemohon sebagaimana dimaksud UU tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Latar belakang kejadian adalah tanggal 16 November 2021, Korban Pelapor izin kepada Pemohon untuk berangkat ke sekolah, ternyata pergi ke pantai Motadikin berpacaran dengan pacarnya, ikut juga anak Pemohon ke Motadikin, maka atas perbuatan menipu Pemohon sebagai orang tua asuh dan atas dasar tanggung jawab Pemohon sebagai orang tua asuh terhadap masa depan Korban Pelapor sehingga Pemohon memukul Korban Pelapor dan anak Pemohon bersama-sama menggunakan seutas kabel di betis keduanya beberapa kali pada hari itu, memukul sekadar pelajaran bukan untuk menyakiti, dan anak Pemohon juga mendapat hukuman yang sama. Kemudian, tanggal 18 November 2021, Pelapor mengadukan pemukulan terhadap dirinya kepada ibu kandung Pelapor di Kaliman dan mulai ibu kandung Pelapor menelepon dan marah-marah Pemohon, maka Pemohon putuskan untuk Pelapor tinggal saja dengan keluarga lain karena menolak untuk Pemohon didik dan bina dengan maksud baik, maka pada hari itu juga, tanggal 18 November 2021, Pelapor keluar rumah dan tinggal  bersama Herkulana Hoar, tante Pelapor dan tidak pernah bertemu dengan Pemohon sejak saat itu, oleh karena itu Pemohon tidak ada hubungannya dengan tindak pidana “persetubuhan terhadap anak” dan “kekerasan dalam rumah tangga” serta “penganiayaan” yang terjadi pada tanggal 19 November 2021. Kemudian, Korban Pelapor bukan lagi anak menurut undang-undang tentang perlindungan anak karena pada waktu kejadian tanggal 19 November 2021 Korban Pelapor telah berusia 18 tahun terhitung sejak tanggal 14 November 2021 berdasarkan tanggal lahir Korban Pelapor adalah 14 November 2003. Walaupun keadaannya demikian, akan tetapi tanggal 21 Desember 2021, Korban Pelapor melaporkan Pemohon ke Termohon di kantor Termohon, mengadukan tindak pidana “persetubuhan terhadap anak” dengan menuduh Pemohon sebagai pelakunya, dan menyebutkan waktu kejadian lama tahun 2018 ketika Pelapor masih di bawah umur, terjadinya tindak pidana persetubuhan di sawah pada siang hari, akan tetapi berbeda dengan hasil visum et repertum dari dokter, yang diketahui oleh keluarga Pemohon dari seorang yang diduga penyidik tapi tidak diketahui namanya, yang menyatakan pada alat kelamin Korban Pelapor terdapat luka baru akibat tindak kekerasan, luka mana belum sembuh sehingga lamanya belum sampai 5 hari, maka laporan Korban Pelapor tentang tindak pidana persetubuhan terhadap dirinya pada tahun 2018 tidak bersesuaian dengan hasil visum dokter dan menurut Korban Pelapor terjadinya persetubuhan maupun kekerasaan fisik/ penganiayaan terakhir pada tanggal 19 November 2021, artinya kejadian yang terakhir pun sudah tidak sesuai alibi Pemohon karena antara Korban Pelapor dengan Pemohon sudah tidak tinggal bersama lagi pada waktu kejadian tanggal 19 November 2021 sebagaimana diuraikan dalam Surat Perpanjangan Penahanan Nomor: 02/ N. 3. 13/ Eku. 1/ 01/ 2022 Tanggal 18 Januari 2022 dari Kepala Kejaksaan Negeri Belu dalam menimbang a. Uraian Singkat Perkara: Pada 19 November 2021 Pukul 21.00 Wita di Kotafoun Desa Bereliku Kecamatan Malaka Tengah Kabupaten Malaka, tersangka meminta anak korban memijat dan tidur bersama namun hal ini tidak diindahkan anak korban lalu tersangka merampas HP anak korban dan memukul anak korban berulang kali di bagian kaki yang mengakibatkan kaki anak korban memar dan luka, melanggar Pasal 44 (1) UU No. 23 Tahun 2004 atau 351 (1) KUHP jo. 46 UU No. 23 Tahun 2004 jo. 81 Ayat (2) UU No. 17 Tahun 2016 jo. 76D UU No. 35 Tahun 2014 jo. 65 Ayat (1) KUHPidana.
  8. Bahwa dengan demikian tindakan Termohon menetapkan Pemohon sebagai pelaku tindak pidana “kekerasan dalam rumah tangga dan kekerasan terhadap anak” telah melanggar UU materil tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tanggal dan UU materil tentang Perlindungan Anak sehingga tidak sah.      
  9. Bahwa tindakan Termohon melanggar:
  • Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Pasal 18 (1) Pelaksanaan tugas penangkapan dilakukan oleh petugas kepolisian negara Republik Indonesia dengan memperlihatkan surat tugas serta memberikan kepada tersangka surat perintah penangkapan yang mencantumkan identitas tersangka dan menyebutkan alasan penangkapan serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan serta tempat ia diperiksa, (2) Dalam hal tertangkap tangan penangkapan dilakukan tanpa surat perintah, dengan ketentuan bahwa penangkap harus segera menyerahkan tertangkap beserta barang bukti yang ada kepada penyidik atau penyidik peinbantu yang terdekat, (3) Tembusan surat perintah penangkapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus diberikan kepada keluarganya segera setelah penangkapan dilakukan; Pasal 21 Ayat (2) Penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan oleh penyidik atau penuntut umum terhadap tersangka atau terdakwa dengan memberikan surat perintah penahanan atau penetapan hakim yang mencantumkan identitas tersangka atau terdakwa dan menyebutkan alasan penahanan serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan atau didakwakan serta tempat ia ditahan.
  • Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Pasal 2 Ayat (1) Lingkup rumah tangga dalam Undang-Undang ini meliputi: a. suami, istri, dan anak; b. orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana dimaksud pada huruf a karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga; dan/atau c. orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut;
  • Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 1 Ayat (1)  Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan jo. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 jo. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang  Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undangundang Nomor 23 Tahun 2oo2 Tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang;
  1. Bahwa atas dasar segala uraian dalam permohonan Praperadilan ini, Pemohon memohon pemeriksaan atas keabsahan penangkapan dan/atau penahanan dan/atau penetapan status tersangka sekaligus memohon amar keputusan sebagaimana dalam permohon di bawah ini:

PERMOHONAN

Kiranya Yang Mulia Ketua Pengadilan Negeri Atambua melalui Hakim Praperadilan berkenan memutuskan:

  1. Mengabulkan permohonan praperadilan Pemohon untuk seluruhnya;
  2. Menyatakan tindakan Termohon dalam hal penangkapan dan/atau penahanan dan/atau penetapan status tersangka terhadap Pemohon tidak sah;
  3. Memerintahkan Termohon segera melepaskan Pemohon dari penahanannya;
  4. Membebankan biaya perkara kepada negara;
Pihak Dipublikasikan Ya